Praktisi Hukum Tubaba Angkat Bicara Dugaan Penganiayaan Oleh Oknum Kepala tiyuh
Tulang Bawang Barat (db)- Penyidik Polres Tulang Bawang Barat (Tubaba) diberikan dorongan dari berbagai pihak untuk mengusut tuntas kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang perempuan bernama Kiki Septi yang dilakukan oleh Oknum Kepalo Tiyuh (Kepala Desa) Kibang Budijaya Kecamatan Lambu Kibang bersama istrinya.
Ahmad Basri atau yang dikenal dengan sapaan Abas Karta, Penggiat Keadilan di Kabupaten Tubaba ini mengatakan, apa yang terjadi dalam kasus penganiyaan yang laporannya diterima kepolisian dalam tahap penyelidikan. “Maka si pelapor sudah merupakan korban sebagai alat bukti, kemudian bukti medis tertulis (visum) dari dokter sebagai pendukung utama terjadinya kasus penganiayaan,”terang Aktivis 98 ini.
Lalu, ia melanjutkan, adanya saksi yang melihat atau mendengar adanya kasus penganiyaan tersebut. “Jika memenuhi syarat tersebut bisa ditingkatkan kasusnya pada tingkat penyidikan dengan melakukan penangkapan atau penahan guna pemeriksaan lebih lanjut,”cetusnya
“Jika penyidik yakin dengan perbuatan tersangka maka dapat dikenakan pasal 351 ayat (1 dan 2) atau pasal 353 (ayat 1 dan 2). Penyidik Polres Tubaba harus bisa memisahkan perkara yang bisa selesai dengan upaya perdamaian atau Restorative Justice dengan perkara pidana berat,”pungkasnya.
Sodri Helmi, SH., MH Praktisi Hukum Provinsi Lampung mengungkapkan apresiasinya terhadap Polres Tubaba yang telah menerima laporan korban tersebut.” Korban adalah masyarakat pencari keadilan, kita patut apresiasi penyidik yang telah menerima laporan dari korban,”ungkapnya kepada wartawan, Senin (3/1/2022) malam.
Menurut dia, Polres Tubaba harus mengusut tuntas kasus ini secara terang benderang sehingga akan berdampak positif pada kepercayaan publik.” Pelapor merupakan seorang perempuan yang tentunya telah mewakilkan perempuan-perempuan lain untuk mendapatkan keadilan,”ucap Sodri.
Sodri menjelaskan, Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tubaba sedianya menyelidiki kasus kekerasan terhadap perempuan ini dengan Integrated Criminal Justice System.” Sebab, perkara ini harus terpisah dengan perlakuan Restorative Justice dan harus melalui pendekatan security approach,” ujarnya.
Untuk korban sendiri, sambung Sodri Helmi, juga harus memahami bahwa dia seorang perempuan yang dapat mencari keadilan dengan melibatkan pihak yang berwenang pada Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP).
“Sehingga, jangan sampai polisi terkesan tidak bisa memisahkan mana yang dapat diselesaikan dengan Restorative Justice mana yang bukan, polisi harus benar-benar presisi. Berkaca dari berbagai kasus lain sebelumnya yang hilang dengan materai 10 ribu, akan berdampak pada kepercayaan masyarakat yang hendak mencari keadilan di institusi polri,”beber Sodri. (Tim)